Rabu, 23 Mei 2018

Perbedaan dan persamaan dari teknologi informasi dan sistem informasi dan kaitannya dengan e-bisnis

Bagaimanakah menurut anda perubahan paradigma dan revolusi teknologi, membantu atau menambah repot, uraikan dan jelaskan pendapatnya.

Apakah perbedaan dan persamaan dari teknologi informasi dan sistem informasi dan kaitannya dengan e-bisnis.



Menurut saya ,perubahan paradigma di zaman sekarang sangat mempengaruhi pola kehidupan sehari-hari dimana dibutuhkan Peran informasi, sebagai input dan sekaligus output dari Iptek,  menjadi semakin penting dalam era knowledge. Dimana perubahan paradigm berakar dari komunikasi dan berujung pada kemunculan alat atau aplikasi dan program yang diciptakan untuk mengelolah komunikasi menjadi lebih baik outputnya sehingga menghasilkan sebuah informasi yang diinginkan dalam kehidupan setiap manusia didunia. Dengan perubahan paradigm didunia maka terpancinglah manusia untuk menciptakan sesuatu hal dimana dapat digunakan untuk mempermudah kehidupan manusia, dengan cara menciptakan hasil-hasil karya yang salah satunya berbau teknologi. Yang dimana saat ini tidak dipungkiri kehadirannya dalam kehidupan dan sangat dibutuhkan untuk mempermudah,memperlancar maupun mengelolah setiap pekerjaan yang ingin di selesaikan agar lebih efisiensi. Dengan adanya teknologi merupakan salah satu factor jalan untuk menjalani kehidupan sekarang berarti pengguna teknologi sangat diharapkan, dimana dapat mempermudah dan tidak merepotkan bagi penggunanya dan sangat bermanfaat bagi seluruh peningkatan paradigm yang ada sekitar kita.

·         Sistem diartikan sebagai kumpulan dari komponen yang saling berkaitan untuk secara bersama-sama menghasilkan satu tujuan.Informasi diartikan sebagai hasil pengolahan data yang digunakan untuk suatu keperluan, sehingga penerimanya akan mendapat rangsangan untuk melakukan tindakan. Data adalah fakta yang jelas lingkup, tempat dan waktu-nya.Teknologi Informasi dan Sistem Informasi menjadi pilar utama  dalam pembangunan peradaban manusia di zaman sekarang ini. Dengan berkembangnya dunia maka semakin meningkat pula teknologi informasi yang menghasilkan output system informasi. Teknologi informsai dan system informasi akan berhubungan dengan e-bisnis apabila dikaitkan dengan perubahan-perubahan model bisnis dan apa-apa saja yang berhubungan dengan kebutuhan hidup dalam pencarian nilai (value) maka timbullah cara untuk berbisnis baik menggunakan aplikasi yg berujung pada teknologi maupun yang menggunakan system informasi seperti penggunaan internet. Teknologi Informasi dapat digunakan untuk meningkatkan proses bisnis secara efisien dan efektif dalam menentukan suatu keputusan dan berkolaberasi dengan group agar dapat berkompetisi terhadap pasar. Sistem yang berbasis pada  jaringan (network) menjadi komponen dalam menentukan kesuksesan bisnis di era globalisasi.Teknologi informasi akan menentukan jalannya perputaran roda bisnis.

Sabtu, 19 Mei 2018

Merchandising Management

Orang awam yang tidak pernah bersentuhan dengan bisnis ritel umumnya akan mengidentikan merchandising management sebagai purchasing management. Hal ini dikarenakan di dalam merchandising management memang terdapat aktifitas pembelian sebagaimana yang fungsi yang dilakukan oleh purchasing management. Sebagaimana umumnya aktifitas pembelian, merchandising management juga mengikuti prinsip-prinsip dasar dari purchasing management yaitu right product, right quality, right price, right place, and right time. Jika fungsi yang dijalankan oleh merchandising managementsecara prinsip adalah sama dengan fungsi yang dijalankan oleh purchasing management, mengapa perusahaan ritel menyebut departmentini sebagai Merchandising Dept. dan bukan sebagai Purchasing Dept. ???

Terminologi dari merchandising managementadalah proses yang dilakukan oleh peritel untuk menyediakan barang dagangan atau merchandiseyang tepat, yang akan ditawarkannya kepada konsumen dengan kualitas yang tepat, dalam jumlah dan harga yang tepat, serta dalam waktu dan tempat yang tepat dengan tujuan mencapai sasaran keuangan yang telah ditetapkan oleh manajemen perusahaan. Dari terminologi tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai sasaran keuangannya, sebuah perusahaan ritel mengandalkan penjualan merchandise yang ditawarkannya kepada konsumen sebagai sumber pendapatannya. Ketika peritel melakukan "kesalahan" dalam menentukan merchandiseyang ditawarkannya kepada konsumen maka yang akan terjadi adalah tidak tercapainya sasaran keuangan perusahaan. Tak peduli apakah peritel tersebut berskala kecil maupun besar. Peritel harus mampu membuat keputusan yang tepat dalam memilih ribuan merchandise itemyang akan dijual di dalam gerainya yang berasal dari ratusan vendor sehingga mampu memenuhi kebutuhan konsumen untuk menghasilkan penjualan.

Fungsi dasar yang dilakukan oleh merchandising management terdiri dari terdiri dari 5 (lima) jenis, yaitu : 1. Perencanaan keragaman barang dagangan, 2. Sistem pembelian, 3. Pembelian barang dagangan, 4. Penetapan harga jual, 5. Bauran promosi ritel. Merchandising management sebagaimana juga purchasing managementmemiliki fungsi untuk mengembangkan sistem pembelian yang akan diimplementasikan didalam perusahaan dan selanjutnya melakukan fungsi pembelian barang yang sesuai dengan prinsip-prinsip pembelian. Perbedaan yang paling mendasar antara merchandising managementdengan purchasing management adalah tidak dimilikinya fungsi perencanaan keragaman merchandise, penetapan harga jual, dan bauran promosi ritel di purchasing management. Inilah sebabnya department yang menjalankan fungsi pengadaan barang dagangan di perusahaan ritel tidak disebut sebagai Purchasing Dept tapi Merchandising Dept.

Merchandise Assortment Plan

Merchandise assortment plan atau perencanaan keragaman barang dagangan adalah fungsi pertama dari merchandising management. Fungsi merchandising management dalam hal perencanaan keragaman barang adalah merencanakan, menganalisa, memilih, dan menentukan barang dagangan yang akan disediakannya di dalam gerai ritel agar mampu mencapai sasaran keuangan perusahaan. Adapun yang disebut dengan ruang lingkup sasaran keuangan perusahaan meliputi anggaran pembelian yang disediakan perusahaan, target penjualan yang ingin dihasilkan, serta target nilai dan persentase gross margin yang ingin dihasilkan.

Peritel membatasi nilai anggaran yang bisa digunakan oleh Merchandising Dept. untuk melakukan pembelian barang dagangan. Pembatasan anggaran pembelian ditentukan berdasarkan luas area penjualan yang dimiliki, serta target penjualan dan tingkat gross margin yang ditetapkan. Terbatasnya anggaran pembelian yang ditetapkan oleh manajemen mengharuskan retail buyer merencanakan, menganalisa, memilih, dan menentukan item barang dagangan yang akan disediakannya di dalam gerai agar mampu menghasilkan kinerja penjualan dan gross margin yang maksimal. Retail buyer harus menghitung item barang dan jumlah masing-masing item barang dagangan yang akan disediakannya serta memperkirakan tingkat penjualan dan gross margin yang bisa dihasilkannya dalam nilai yang maksimal berdasarkan anggaran pembelian yang sudah ditentukan.

Dalam melakukan perencanaan keragaman barang, Merchandising Dept melakukan pengorganisasian terhadap barang dagangan dengan cara mengelompokan barang dagangan tersebut ke dalam masing-masing kategori agar lebih mudah dalam mengelolanya. Barang dagangan dikelompokan dalam bentuk product structure, dari mulai kelompok yang terbesar yang biasanya disebut sebagai divisi sampai dengan kelompok yang terkecil yang biasanya disebut sebagai kategori atau sub kategori. Setiap kategori atau sub kategori berisi daftar item barang yang memiliki fungsi serta tujuan dan cara mengkonsumsi yang sama dan bersifat saling menggantikan satu sama lain (subtitusi). Pengelolaan barang dagangan menurut masing-masing kategori barang disebut sebagai category management. Retail buyer di perusahaan ritel berbasis makanan, menentukan item barang dagangan dengan mempertimbangkan 6 (enam) hal berikut, yaitu : 1. Kategori (Category), 2. Merk (Brand), 3. Ukuran (Size), 4. Kemasan (Packaging), 5. Varian (Variant) dan 6. Harga (Price).

Category merupakan pertimbangan pertama bagi retail buyer dalam menentukan keragaman barang. Secara kasat mata dapat dilihat bahwa semakin besar gerai ritel yang dioperasikan semakin banyak kategori barang dagangan yang akan disediakan di dalam gerai tersebut. Oleh karena itu retail buyer harus menentukan terlebih dahulu kategori barang apa yang akan disediakannya di dalam gerai.

Brand menjadi pertimbangan kedua bagi retail buyer dalam menentukan keragaman barang. Sebuah gerai ritel harus menyediakan merchandise yang memiliki brand image yang kuat agar mampu menarik konsumen untuk masuk ke dalam gerainya. Peritel yang tidak mampu menyediakan item barang dagangan dengan brand image yang kuat memiliki daya tarik yang rendah untuk menarik konsumen.

Size menjadi pertimbangan ketiga bagi retail buyer dalam menentukan keragaman barang. Ukuran barang sangat berkaitan dengan anggaran dana yang dimiliki serta tujuan dan volume konsumen dalam mengkonsumsinya. Ketika konsumen memiliki anggaran yang terbatas tetapi dengan keterbatasan tersebut ingin membeli beberapa jenis barang, secara otomatis konsumen akan memilih produk dalam ukuran yang lebih kecil agar dapat memperoleh seluruh barang yang dibutuhkannya. Demikian juga yang berkaitan dengan tujuan dan volume konsumen dalam mengkonsumsinya. Konsumen dari segmen "Horeca" yang mengkonsumsi minyak goreng cukup banyak akan membeli minyak goreng dalam ukuran yang besar agar dapat digunakan dalam jangka waktu yang cukup lama. Sedangkan konsumen dari segmen rumah tangga akan membeli dalam ukuran yang lebih kecil karena volume konsumsinya tidak sebanyak yang dibutuhakan oleh konsumen dari segmen "Horeca".

Packaging menjadi pertimbangan keempat bagi retail buyer dalam menentukan keragaman barang..Masing-masing jenis packaging dari suatu produk memiliki segmen market dan tujuan masing-masing dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. Sebagaimana faktor ukuran, pemilihan kemasan oleh konsumen juga berkaitan dengan tujuan konsumsi dan biaya yang harus dikeluarkan konsumen untuk memperoleh barang tersebut. Kemasan isi ulang menjadi produk yang dicari konsumen karena pertimbangan harga yang lebih ekonomis. Kemasan botol menjadi pilihan konsumen dengan pertimbangan kemudahan untuk dibawa kemana-mana dan disimpan. Kemasan jerigen membidik segmen pelaku usaha karena volumenya besar sesuai dengan kebutuhan pelaku usaha. Ketika peritel membidik segmen rumah tangga sebagai target marketnya dan tidak membidik segmen pelaku usaha maka peritel tersebut tidak perlu menyediakan produk minyak goreng dengan kemasan jerigen di dalam gerainya.

Variant menjadi pertimbangan kelima bagi retail buyer dalam menentukan keragaman barang. Keberadaan varian di dalam suatu rentang produk sangat berkaitan dengan selera konsumen. Konsumen yang memiliki selera untuk mengkonsumsi Ultra Milk TP 250 Ml varian coklat, kecil kemungkinannya untuk membeli Ultra Milk TP 250 Ml varian strawberry secara berkala. Konsumen cenderung untuk beralih ke gerai ritel lainnya jika beberapa kali tidak mendapatkan varian produk yang dicarinya. Oleh karena itu retail buyer harus menyediakan varian produk yang lengkap untuk memenuhi kebutuhan konsumen secara maksimal.

Price menjadi pertimbangan keenam bagi retail buyer dalam menentukan keragaman barang. Harga jual barang sangat berkaitan dengan segmen market yang dibidik oleh peritel. Retail buyer harus mempertimbangkan daya beli konsumen target market yang dibidiknya dalam merencanakan keragaman barang yang salah satu parameternya bisa dilihat dari harga produk. Konsumen dari kelas menengah ke bawah merupakan konsumen yang sangat sensitif terhadap harga. Rendahnya daya beli yang dimiliki oleh konsumen dari kelompok ini memaksa mereka untuk memperhitungkan secara cermat pengeluaran sehari-hari agar seluruh kebutuhannya dapat terpenuhi. Ketika konsumen bisa mendapatkan produk sejenis dengan kualitas yang relatif sama dengan harga lebih rendah meskipun dengan merk yang berbeda, konsumen dari kelompok ini cenderung untuk mengganti pola belanjanya dengan membeli produk yang nilainya lebih rendah.

Buying System

Setelah mengembangkan merchandise assortment plan, retail buyer akan mengembangkan merchandise budget plan atau perencanaan anggaran pembelian barang dagangan. Jika merchandise assortment plan menyediakan kerangka umum tentang jenis barang dagangan yang akan disediakannya di dalam gerai ritel maka merchandise budget plan digunakan untuk menentukan sasaran jumlah anggaran pembelian barang untuk setiap bulannya, memperkirakan tingkat penjualan, tingkat perputaran barang, serta GMROI.

Merchandise budget plan bertujuan untuk menyusun target yang ingin dicapai oleh item barang tertentu dalam satuan nilai mata uang (Rp.) serta untuk merencanakan pengaruh kinerja merchandise terhadap perusahaan dari sisi keuangan. Merchandise budget plan berisi jumlah uang yang akan dibelanjakan setiap bulannya untuk mendukung tercapainya target penjualan dan GMROI.

Dalam menyusun merchandise budget plan, retailbuyer turut merencanakan pengalokasian barang dagangan ke masing-masing gerai. Jumlah barang dagangan yang akan dialokasikan kepada masing-masing gerai ditentukan berdasarkan potensi penjualan yang dimiliki masing-masing gerai dan karakterisitik dari basis konsumen di masing-masing gerai.

Buying Merchandise

Ketika merchandise assortment plan dan merchandise budget plan telah selesai disusun, langkah selanjutnya dari proses merchandising management adalah buying merchandise atau membeli barang dagangan. Ribuan item barang yang disediakan di dalam sebuah gerai ritel diperoleh dari ratusan vendor yang berasal dari berbagai kategori vendor, seperti : prinsipal produk, distributor, importir, authorized sales agent, industri rumah tangga, lembaga koperasi, pedagang pengumpul, dan lain-lain. Proses pembelian barang dagangan dimulai dengan proses pencarian, analisa, pemilihan, dan penentuan vendor yang akan dijadikan sebagai mitra usaha.

Barang dagangan yang memiliki brand image yang kuat biasanya dipasok oleh vendor dari kategori prinsipal produk yang dipasok oleh distributor di masing-masing wilayah. Barang dagangan yang dikategorikan sebagai produk import dipasok oleh vendor dari kategori importir, dimana untuk barang import seperti ini satu jenis item barang bisa saja dipasok oleh lebih dari satu vendor. Produk yang dikategorikan sebagai produk lokal biasanya dipasok oleh vendor dari kategori industri rumah tangga, lembaga koperasi, maupun pedagang pengumpul.

Dalam proses pencarian vendor, retail buyer menginventarisasi seluruh vendor dari masing-masing jenis produk dan merk. Setelah memiliki daftar calon vendor yang potensial, retail buyer mengundang seluruh calon vendor untuk menggali potensi dan peluang yang dimilikinya melalui proses negosiasi dengan vendor. Hasil negosiasi antara retail buyer dengan vendor dituangkan dalam sebuah Vendor Agreement atau Supplier Trading Terms yang berisi syarat dan kondisi pasokan barang, seperti : discount, rebate, fee, order day, order period, sales in target, service level, term of payment, dan lain-lain.

Proses pemilihan dan penentuan vendor yang akan dijadikan sebagai mitra usaha tetap perusahaan dilakukan setelah proses negosiasi. Retail buyer akan menganalisa hasil yang telah disepakati dalam proses negosiasi dan selanjutnya memilih dan menentukan vendor yang bisa memberikan benefit yang maksimal bagi perusahaan dan menjamin keberlangsungan pasokan barang dagangan.

Proses pembelian barang dagangan dilakukan setelah Vendor Agreement atau Supplier Trading Terms ditandatangani. Dalam melakukan proses pembelian barang dagangan, beberapa peritel menerapkan metode sentralisasi pembelian yang dilakukan oleh retail buyer di kantor pusat. Beberapa peritel menerapkan metode desentralisasi yang memberikan kewenangan kepada personel di level gerai atau kantor regional untuk melakukan pembelian kepada vendor yang ada di masing-masing wilayah. Ketika metode desentralisasi diterapkan, retail buyer di level kantor pusat hanya melakukan pembelian untuk barang dagangan yang akan dialokasikan ke Distribution Center yang selanjutnya akan didistibusikan ke seluruh gerai yang dimilikinya.

Meskipun peritel menerapkan metode desentralisasi proses pembelian namun tidak berarti bahwa tanggung jawab retail buyer hanya terbatas pada persediaan barang dagangan yang disimpan di Distribution Center. Retail buyer bertanggung jawab untuk memonitor dan mengendalikan pembelian barang yang dilakukan oleh personel di tingkat gerai dan kantor regional sesuai dengan merchandise budget plan.

Retail buyer juga bertanggung jawab untuk memelihara tingkat persediaan dan ketersediaan barang di dalam gerai maupun Distribution Center guna memenuhi kebutuhan pelanggan secara optimal. Dibutuhkan kemampuan dan pengalaman dari retail buyer serta data informasi yang tepat agar dapat menghitung dan memperkirakan kebutuhan dari masing-masing gerai dan Distribution Center guna mencegah terjadinya kekosongan barang di dalam gerai yang akan mengakibatkan terjadinya kehilangan penjualan.

Pricing

Strategi dasar dalam menentukan harga jual oleh peritel terdiri dari Everyday Low Prices (EDLP) dan High Low Pricing (H/LP). EDLP atau biasa disebut sebagai harga rendah atau harga murah setiap hari tidak berarti sebagai harga paling murah. Strategi EDLP lebih menekankan pada harga yang stabil dengan tingkat fluktuasi yang tidak terlalu signifikan yang berada diantara harga normal dengan harga promosi gerai ritel pesaing. Peritel yang pernah sukses menerapkan strategi EDLP di Indonesia adalah Giant Hypermarket, Carrefour, Hypermart, dan Lottemart.

Pada strategi H/LP, peritel menawarkan harga yang lebih tinggi dari harga pesaing dan selanjutnya memanfaatkan media iklan untuk menawarkan harga yang jauh lebih rendah dari harga normal mereka di dalam program promosi. Sebagaimana EDLP, akhir-akhir ini semakin banyak peritel yang menerapkan strategi H/LP, seperti : Food Mart yang dioperasikan oleh PT. Matahari Putra Prima, Hero Supermarket yang dioperasikan oleh PT. Hero Supermarket, dan Food Hall yang dioperasikan oleh PT. Mitra Adi Perkasa.

Segmen market yang dibidik peritel menentukan strategi yang akan diimplementasikan di dalam gerainya. Konsumen dari kelas menengah bawah merupakan konsumen yang sangat sensitif terhadap harga. Untuk konsumen dari kelompok ini perbedaan harga yang tidak signifikan akan menjadi alasan untuk berpindah ke gerai ritel lain. Ketika peritel membidik konsumen dari kelompok ini, strategi EDLP merupakan strategi yang sangat tepat untuk dipilih. Berbeda dengan konsumen kelas menengah bawah, konsumen kelas menengah atas merupakan konsumen yang tidak sensitif terhadap harga. Konsumen dari kelompok ini cenderung tidak mempermasalahkan perbedaan harga ketika faktor kenyamanan, kemudahan dan dan pelayanan yang disediakan oleh peritel mampu memenuhi kebutuhan mereka.

Untuk dapat menarik konsumen secara lebih efektif, beberapa strategi penetapan harga jual dikombinasikan dengan EDLP atau H/LP. Beberapa strategi penerapan harga jual ditambahkan untuk mampu memberikan efek secara psikologis kepada konsumen agar mengunjungi dan berbelanja di dalam gerai, seperti : price bundling, multiple unit pricing, leader pricing, price lining, odd pricing, break point pricing,dan lain-lain.

Dalam menentukan harga jual yang akan dibebankan kepada konsumen, retail buyer mempertimbangkan beberapa hal berikut : 1. Sasaran keuangan perusahaan, 2. Tingkat perputaran barang, 3. Biaya pembelian, dan 4. Harga pasar. Sasaran keuangan perusahaan berkaitan dengan tingkat gross margin yang ingin dicapai oleh perusahaan sesuai dengan sasaran keuangan yang telah ditetapkan sebelumnya. Tingkat perputaran barang berkaitan dengan nilai investasi dan biaya yang harus dikeluarkan oleh peritel untuk membeli dan menyimpan barang dagangan sampai dengan barang tersebut dijual kepada konsumen. Biaya yang dikeluarkan berkaitan dengan harga beli dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk membeli barang tersebut agar dapat didisplay di dalam gerai. Harga pasar berkaitan dengan tingkat harga yang berlaku terhadap barang tersebut di dalam benak konsumen.

Retail Promotion Mix

Merchandising Dept. turut bertanggung jawab atas tercapainya tingkat penjualan sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan manajemen perusahaan. Untuk mendukung tercapainya sasaran penjualan tersebut, salah satu cara yang harus dilakukan adalah dengan mengembangkan, menyusun, dan mengimplementasikan program promosi secara berkala yang bekerjasama dengan Marketing & Promotion Dept. Peritel melakukan program promosi secara berkala, baik dalam bentuk promosi mingguan, promosi bulanan, promosi katalog, program belanja berhadiah, special event, demo produk, dan lain-lain. Tujuan utama dari dilakukannya program promosi ini adalah untuk menarik konsumen target market agar mau mengunjungi dan berbelanja di dalam gerai guna menghasilkan penjualan.

Fungsi dari program promosi yang dilakukan oleh peritel terbagi menjadi 3 (tiga) yaitu : menginformasikan produk dan layanan tentang peritel, mengajak konsumen untuk mengunjungi dan berbelanja di dalam gerai ritel, dan mengingatkan konsumen tentang produk dan layanan yang ditawarkan oleh peritel. Akhir-akhir ini semakin banyak peritel yang menggunakan frequent shopper program untuk melakukan fungsi mengingatkan. Frequent shopper programadalah sebuah metode untuk berkomunikasi dan memberikan penghargaan kepada konsumen untuk mendorong penjualan yang berkelanjutan dari pelanggan terbaik mereka.

Bagi perusahaan non ritel, aktifitas program promosi biasanya merupakan suatu aktifitas yang bersifat mengeluarkan biaya. Namun tidak demikian bagi perusahaan ritel. Dilaksanakannya aktfitas promosi oleh perusahaan ritel memberikan peluang untuk menghasilkan pendapatan tambahan di luar pendapatan dari penjualan. Sebagai sebuah perusahaan yang menjadi kepanjangan tangan dari perusahaan-perusahan manufaktur dan pemegang merk, peritel memiliki kesempatan untuk melibatkan pemegang merk dan pemilik produk lainnya untuk turut berpartisipasi dalam program promosi yang akan dilaksanakannya. Adanya keterlibatan supplier dalam aktfiitas program promosi memberikan kesempatan kepada peritel untuk membebankan sejumlah biaya kepada supplier sebagai kompensasi atas keterlibatannya di dalam program promosi tersebut dalam bentuk promotion fee, gondola end fee, block gondola fee, floor display fee, dan lain-lain. Ketika Merchandising Dept. mampu menggali potensi yang dimilikinya semaksimal mungkin untuk dijual kepada supplier, semakin besar juga pendapatan tambahan yang bisa dihasilkan peritel. Beberapa perusahaan ritel konglomerasi lokal bahkan mampu menghasilkan pendapatan tambahan yang persentasenya melebihi 10% dari penjualannya hanya dari program promosi yang dijalankannya. Bagi peritel lokal angka tersebut mungkin belum memungkinkan untuk dicapai. Tetapi adanya upaya yang maksimal dari Merchandising Dept. untuk menggali potensi tersebut setidaknya akan memberikan tambahan penghasilan yang signifikan.